Jumat, 02 Desember 2011

Kamu dan Aku, sayang..


"Alphabet jumlahnya ada 26, dan aku takut jumlah itu berkurang, terutama huruf U”

Malam itu langit berwarna gelap gulita, tak ada sinar bulan dan sinar bintang. Sangat cocok dengan suasana hatiku malam itu, galau. Hanya laptop dan hape yang bisa menemaniku di kala galau melanda, dan seperti biasa twitter dan blog lah yang menjadi tempat keluh kesahku, dimana aku bisa ngoceh, cerita, dan ngeluarin uneg-uneg.
Kegalauanku malam itu karena aku merasa “takut”. Takut kehilangan orang yang aku sayangi saat ini yaitu, Nathan. Dia adalah pacarku.
***
Dua hari yang akan datang, adalah hari ulang tahun Nathan dan juga hari jadiku dengan dia. Aku yang minggu ini lagi sibuk-sibuknya mengurusi tugas sekolah dan kejuaraan karate, hampir melupakan tanggal special itu! Beruntunglah mama dengan iseng menanyai tentang kado apa yang bakal aku berikan untuk Nathan. Aku dan Nathan sudah 2 tahun pacaran, jadi mama sudah mengenal Nathan dengan baik, bahkan menganggap Nathan seperti anak sendiri. Pantas saja mama ingat ulang tahun Nathan.

Keesokkan paginya, seperti biasa Nathan menjemputku, untuk berangkat bareng ke sekolah. Setelah berpamitan sama mama, kita berdua cus berangkat! Pagi itu aku tak banyak bicara, aku sedang tidak enak badan. Namun hari itu aku tetap memaksakan untuk ke sekolah. Melihatku melamun seperti itu, Nathan jadi mengira bahwa aku sakit.
“Kamu kenapa Ndaa? Sakit?” sembari mengangkat wajahku yang daritadi lihat ke bawah.
Namun aku hanya tersenyum dan menggeleng.
“Serius kamu gak sakit? Apa kamu kurang tidur?  Atau kamu lagi punya masalah?” Nathan mengintrogasiku.
“Bener kok, aku sehat-sehat aja. Aku juga gak lagi ngantuk atau ada masalah” yakinku pada Nathan.
Akhirnya  dia percaya, lalu mengajakku bercanda. Namun ketika itu selera humorku sedang buruk. Akhirnya kami sampai juga di sekolah pada waktu bel masuk berbunyi., aku dan Nathan segera menuju kelas masing-masing.

Dengan nafas yang terpenggal-penggal, aku berdiri sejenak di depan pintu kelas untuk sekedar membetulkan seragamku dan poniku. Namun  ketika itu juga rasanya kepalaku berputar, tapi aku tak peduli, karena aku pikir itu hal lumrah ketika aku sedang tidak enak badan. Baru saja aku sampai bangkuku dan ingin duduk, sudah ada panggilan dari center bahwa ada apel, jadi semua murid diharapkan untuk keluar kelas.
Dengan rasa malas, aku berjalan menuju halaman sekolah. 5 menit kemudian apel itu dimulai. Ternyata apel untuk pengumuman pemenang lomba karate. Namaku disebut oleh kepala sekolah di urutan nomor 1. Rasanya malu-malu bangga ketika itu. Akhirnya aku maju ke depan untuk menerima piala, dengan riuhnya sorak sorai dari teman-temanku.

Setelah selesai menerima piala dan berfoto bersama kepala sekolah, aku kembali ke barisanku semula. Lalu kepala sekolah melanjutkan ceramahnya. Pagi itu terik sangat menyengat, panas seperti api. Aku yang saat itu sedang sakit, ditambah dengan aku yang tak kuat jika berlama-lama di bawah sinar matahari yang menyengat, akhirnya aku pingsan yang sempat membuat apel pagi itu ricuh.
Hanya itu yang aku tahu ketika awal aku pingsan, selanjutnya aku sudah tersadar di atas tempat tidur. Dengan keadaan linglung, aku mencoba membuka mata dan mengambil posisi duduk, namun dengan segera Nathan mencegahnya.
“Manda, sudah sadar kamu? Jangan bangun dulu, kepalamu masih pusing kan” dengan lembut ia melarangku.
Namun aku tak bisa berucap, karena rasanya mulutku tertutup rapat, jadi aku menurut saja pada Nathan.
Beberapa menit kemudian, aku sudah tersadar dan segera kembali ke kelas dengan dibantu Nathan.
***
Beberapa jam kemudian, tepat pukul 2 siang, bel pulang sekolah berbunyi. Aku sudah menunggu Nathan di depan kelasnya, dan mengatakan bahwa aku tidak bisa pulang bersama dirinya, dengan alasan aku harus menemani mama berobat. Sebenarnya aku ingin mempersiapkan kejutan untuknya.
Biarpun aku tidak pulang bersamanya, tapi dia dengan setia menemaniku menunggu pak Edi, supirku. Apalagi hari itu aku sedang sakit, jadinya Nathan takut terjadi sesuatu padaku. 5 menit kemudian, pak Edi sudah sampai di depan sekolah. Aku pamit ke Nathan, dan menyuruhnya segera pulang.

Langit siang itu sudah sangat gelap, tanda-tanda akan turun hujan. Aku yang baru sampai rumah, segera lari menuju kamar, untuk cepat-cepat berganti pakaian. Setelah itu, aku mencari mama di kamarnya untuk ijin keluar mencari kado. Sebenarnya mama melarangku, karena cuaca di luar sedang tidak bagus. Tapi aku meyakinkan mama bahwa aku hanya keluar sebentar. Akhirnya dengan mengantongi ijin dari mama, aku cus berangkat.

Alunan lagu I Will Always Love You yang dinyanyikan Whitney Houston mengalun lembut di dalam Honda Jazz berwarna ungu. Lagu itu adalah lagu favoritku dan Nathan, dan kami sering menyanyikannya berdua, lucu.
Di luar hujan mulai turun dengan lebatnya, disertai bunyi guntur yang sempat membuatku kaget. Setengah jam kemudian aku sudah berada di area parkir mall, dan aku segera masuk ke dalam.
Di dalam aku sempat bingung mau beli apa untuk Nathan. Tapi akhirnya aku tahu apa yang akan kubeli.
Setelah mendapatkannya, aku memilih untuk mencari makan, karena aku sudah lapar. Sembari menunggu pesananku, aku melihat lagi hadiah untuk Nathan, aku berharap Nathan senang dengan hadiah yang akan kuberikan.

Selesai makan, aku memilih untuk pulang, meskipun di luar sedang hujan lebat. Takut sih sebenernya, tapi aku sudah janji sama mama keluar sebentar.
Hujan lebat sore itu membawa udara dingin, yang masih bisa aku rasakan di dalam mobil, membuat perasaanku jadi tidak tenang. Entah karena apa, aku memacu mobil semakin kencang. Karena terlalu kencang menyetir di bawah guyuran lebatnya hujan, aku tidak melihat ada truk besar sedang melaju kecang dari arah seberang, dan kecelakaan itu tidak bisa aku hindari.

Sadar-sadar, aku sudah berada di dalam ruang ber-ac, dengan selang oksigen terpasang di hidungku, dan alat pendeteksi detak jantung, ICU. Nathan yang ketika itu ada di sebelahku benar-benar senang bukan main tahu aku sadar! Heran juga melihat dia sesenang itu, tapi ternyata aku baru sadar bahwa aku sudah koma selama 4 hari, dan Nathan sangat khawatir bila terjadi sesuatu padaku. Sempat nggak nyangka sih kalo aku koma segitu lamanya.. Soalnya aku ngerasa tidur sebentar.
Tapi STOP! Kalo aku koma selama itu, berarti aku melewatkan ulang tahun Nathan dan hari jadiku dengan dia! Segera aku meminta maaf padanya, dan jawabannya hanya diam dengan raut muka kecewa. Aku takut dia marah. Tapi semenit kemudian, dia tersenyum kepadaku dengan menggenggam tanganku, lalu dia berbisik, “Keselamatanmu adalah hadiah yang berharga untukku Mandaku sayaaang”. Lega.
***
Itulah kisah cintaku dengan Nathan di SMA, yang saat ini menjadi ayah dari anak-anakku.. Cerita yang sangat biasa terjadi memang, namun di dalam cerita itu aku tahu bahwa Tuhan masih menyayangiku, dan menyayangi orang-orang yang ada di sekitarku, dengan tidak mengambil nyawaku saat itu.